Kesenjangan Menganga Dalam Masyarakat Kapitalis
Wakil
Gubernur Bali Ketut Sudikerta meralat pernyataannya soal jet pribadi yang
disucikan melalui upacara di Bandara Ngurah Rai Bali pada Jumat (21/4/3017).
Saat di hadapan wartawan,
Sudikerta menyebut jet tersebut milik ketua umum Golkar Setya Novanto (Setnov).
Namun, selang beberapa jam
kemudian, ketua Golkar Bali tersebut mengoreksi pernyataannya dan menyebut jet
tersebut milik Robert Cardinal, wakil bendahara umum Golkar.
"Bukan, saya kira dia
(Setnov), ternyata jet pribadinya Robert Cardinal," kata Sudikerta melalui
pesan singkat kepada Kompas.com.
Atas hal tersebut Kompas.com kemudian menghubungi Ketut Sudikerta
melalui sambungan telepon.
Politisi asal Pecatu ini
mengakui bahwa memang sebelumnya menyebut pesawat tersebut milik Setya Novanto.
"Ternyata saya salah, itu
milik Robert Cardinal, wakil bendahara umum Golkar," ujarnya.
Sebelumnya diberitakan pesawat
jet pribadi milik ketua umum Golkar Setya Novanto disucikan dengan tata cara
adat Bali atau dikenal dengan melaspas di Bandara Ngurah Rai pada Jumat
(21/4/2017).
Upacara melaspas ini dipimpin
oleh Ida Pedanda Pejeng Tampak Siring.
Setya Novanto sendiri tidak
hadir dalam upacara melaspas ini, tetapi diwakilkan kepada ketua Golkar Bali
yang juga wakil Gubernur Bali Ketut Sudikerta.
"Hari ini benar ada
melaspas pesawat jet pribadi milik pak ketua umum, saya yang diminta mengurus
semuanya," kata Ketut Sudikerta usai upacara melaspas.
Bendahara
Umum Partai Golkar Robert Joppy Kardinal menyewa pesawat pribadi Jet Bombardier
8500 untuk aktivitas bosnya, Setya Novanto. Jet dari perusahaan di Kanada itu
disewa seharga USD50.000 atau sekitar Rp650 juta per bulan.
Selain untuk Setya, kata Robert, pesawat berkapasitas 15 orang itu juga disewa untuk keperluan partai di wilayah Indonesia bagian timur. Karena itu, pesawat tersebut diparkir di Bandara Ngurah Rai, Bali, sejak seminggu yang lalu.
"Pesawat itu disewa untuk keperluan aktivitas Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto dan pengurus Partai Golkar lainnya," kata Robert seperti dilansir Antara, Sabtu (22/4).
Selain untuk Setya, kata Robert, pesawat berkapasitas 15 orang itu juga disewa untuk keperluan partai di wilayah Indonesia bagian timur. Karena itu, pesawat tersebut diparkir di Bandara Ngurah Rai, Bali, sejak seminggu yang lalu.
"Pesawat itu disewa untuk keperluan aktivitas Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto dan pengurus Partai Golkar lainnya," kata Robert seperti dilansir Antara, Sabtu (22/4).
Kemarin, jet pribadi itu disucikan melalui upacara adat di Bali. Wakil Gubernur Bali Ketut Sudikerta mengikuti prosesi itu dan menyebut jet tersebut milik Setya Novanto. Namun dalam upacara itu, Setya tak hadir.
Namun Robert mengklarifikasi bahwa pesawat tersebut bukan milik Setya. Menurutnya, Sudikerta salah sebut saat diminta melakukan upacara Melaspas, memohon keselamatan secara adat Bali, untuk pesawat itu. Upacara itu dipimpin oleh Ida Pedanda Pejeng Tampak Siring.
"Pesawat itu bukan milik Setya Novanto, jadi Wakil Gubernur Bali, Ketut Sudikerta, hanya salah komunikasi," kata Robert.
Robert mengatakan, pesawat itu sengaja disucikan secara adat Bali karena diparkir di Bali. Ke depan, tambahnya, jet itu akan lebih banyak digunakan untuk keperluan kegiatan di Indonesia bagian Timur.
Dia pun membantah bahwa pesawat itu diberikan oleh investor terkait rencana pembangunan bandara di Buleleng, yaitu Airport Kinesis Canada (AKC). Namun Robert tidak menyebut nama perusahaan yang menyewakan pesawat itu.
"Pesawat itu bukan dari AKC, saya sewa dari perusahaan dari Kanada, cuma saya lupa nama perusahaannya," ujarnya.
Dalam sistem
kapitalis, masyarakat luas hidup sengsara dan terjadi kemiskinan massal.
Sementara segelintir orang bisa memiliki kesenangan hidup yang derajatnya
berjuta kali lipat fasilitas rakyat biasa.
Metode
Distribusi Kekayaan Menurut Islam
Masyarakat tidak perlu panik,
persediaan beras kita cukup untuk setahun.” Pernyataan ini atau yang serupa
sering diucapkan seorang pejabat ketika menanggapi isu krisis pangan. Sekilas
pernyataan itu tampak benar. Namun, benarkah tersedianya beras yang cukup atau
berlimpah bisa menjamin setiap orang dapat memperolehnya?
Jumlah persediaan berlimpah
ternyata bukan jaminan. Itulah jawabannya. Kasus busung lapar yang mencuat dua
tahun silam bisa menjadi salah contohnya. Sebagaimana disitir Menkes Siti
Fadilah Supari, ada sekitar 1,67 juta anak balita di Indonesia yang menderita gizi buruk. Banyaknya
kasus busung lapar jelas bukan disebabkan oleh minimnya jumlah persediaan
pangan. Buktinya, pada saat yang sama banyak orang mengalami obesitas karena
kelebihan lemak dan kalori. Bukti lainnya, kasus busung lapar juga terjadi di
beberapa daerah yang dikenal sebagai lumbung padi, seperti NTB. Di Provinsi
tersebut, ada sekitar 49.000 anak balita yang menderita busung lapar. Realitas
itu menjadi bukti nyata bahwa kelaparan bukan disebabkan oleh minimnya jumlah
persedian pangan, namun karena buruknya distribusi.
Demikian pula kehidupan
mengenaskan yang dialami 39,1 juta jiwa penduduk Indonesia yang tergolong miskin. Penghasilan
mereka yang hanya Rp 152 ribu perkapita perbulan atau sekitar Rp 5 ribu perhari
(hasil survei Badan Pusat Statistik akhir tahun 2006) membuat mereka kesulitan
memenuhi kebutuhan hidup. Tidak sedikit di antara mereka yang harus makan nasi
aking, berpakaian lusuh dan kumal, dan tinggal di gubuk reot dan kumuh.
Realitas itu terjadi bukan disebabkan karena sedikitnya kekayaan. Namun, karena
sebagian besar kekayaan terkosentrasi pada segelintir orang. Sukanto Tanoto
(Bos Grup Raja Garuda Mas), orang Indonesia terkaya di Indonesia versi Majalah
Forbes Asia, misalnya, kekayaannya mencapai 2,8 US dolar miliar (sekitar Rp
25,2 triliun). Rachman Halim, pemilik Gudang Garam, memiliki kekayaan sebesar
1,90 USdolar
miliar (Rp 17,1 triliun) (Tempointeraktif.com, 6/9/06).
Problema Ekonomi dan Solusinya
Beberapa fakta di atas
menunjukkan, problem utama dalam ekonomi sesungguhnya adalah masalah distribusi
kekayaan. Melimpahnya jumlah alat pemuas kebutuhan dalam sebuah negara tidak
serta-merta bisa membuat semua orang tercukupi. Kemiskinan akan tetap terjadi
jika sebagian besar kekayaan itu dikuasai segelintir orang. Padahal kebutuhan
primer manusia harus dipenuhi tiap-tiap orang. Karena itu, diperlukan sebuah
sistem ekonomi yang mengatur distribusi kekayaan hingga kebutuhan tiap-tiap
orang-orang dapat terpenuhi.
Sistem ekonomi Kapitalisme
jelas tidak bisa diharapkan menjadi solusi. Alih-alih menjadi solusi, buruknya
distribusi kekayaan yang selama ini terjadi justru disebabkan oleh Kapitalisme.
Sistem Kapitalisme yang hanya mengandalkan mekanisme pasar sebagai satu-satunya
mekanisme distribusi kekayaan telah memunculkan sekelompok kecil orang yang
menguasai sebagian besar aset ekonomi.
Satu-satunya
sistem ekonomi yang bisa diharapkan mengatasi problem ekonomi hanyalah sistem
ekonomi Islam. Islam memang tidak mengharuskan persamaan dalam kepemilikan
kekayaan, namun Islam juga tidak membiarkan buruknya distribusi kekayaan.
Sebab, Islam memandang individu sebagai manusia yang harus dipenuhi
kebutuhan-kebutuhan primernya secara menyeluruh.
Sebagai
buktinya, banyak sekali ayat al-Quran dan al-Hadits yang memerintahkan manusia
untk menginfakkan harta dan memberi makan orang-orang fakir, miskin, dan
kekurangan, seperti dalam QS al-Hajj [22]: 28; al-Baqarah
[2]: 177, 184, 215; al-Insan [76): 8, al-Fajr
(90):13-14; dan al-Maidah [5]: 89. Al-Quran menyatakan bahwa dalam setiap harta
terdapat hak bagi orang miskin. Allah Swt. berfirman:
وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ
لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ
Pada
harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta-minta dan orang
miskin yang tidak mendapat bagian (QS
adz-Dzariyat [51]: 19).
Islam
mencegah berputarnya harta kekayaan hanya di kalangan orang-orang kaya,
sementara kelompok lainnya tidak memperoleh bagian. Allah Swt. berfirman:
كَيْ لاَ يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ
اْلأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ
Supaya
harta itu jangan hanya beredar di kalangan orang-orang kaya saja di antara
kalian. (QS
al-Hasyr [59]: 7).
Mekanisme
Pasar dan Nonpasar
Secara
umum, sistem ekonomi Islam menetapkan dua mekanisme distribusi kekayaan. Pertama:
mekanisme pasar, yakni mekanisme yang terjadi akibat tukar-menukar barang dan
jasa dari para pemiliknya. Di antara dalil absahnya mekanisme ini adalah firman
Allah Swt.:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا
لاَ تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَنْ تَكُونَ
تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan
suka sama suka di antara kalian (QS
al-Nisa’ [4]: 29).
Tidak
sekadar diizinkan, Islam juga menggariskan berbagai hukum yang mengatur
mekanisme ini. Di antaranya adalah larangan berbagai praktik yang merusak
mekanisme pasar. Islam, misalnya, melarang praktik penimbunan barang (al-ihtikâr);
sebuah praktik curang yang dapat menggelembungkan harga akibat langkanya barang
di pasaran. Kelangkaan bukan karena fakta sesungguhnya, namun karena rekayasa
pemilik barang. Demikian pula penimbunan emas dan perak (QS al-Taubah [9]: 34).
Dalam mekanisme pasar, kedua logam mulia itu berfungsi sebagai alat tukar (medium
of exchange). Sebagai alat tukar, uang memiliki kedudukan amat
strategis. Karena itu, jika uang ditarik dari pasar, maka akan berakibat pada
seretnya pertukaran barang dan jasa, atau bahkan terhenti.
Pematokan
harga (al-tasy’îr) yang biasanya
dilakukan pemerintah juga dilarang. Kebijakan itu jelas merusak prinsip ‘an
tarâdh[in] (yang
dilakukan secara sukarela) antara pelaku transaksi. Padahal merekalah yang
paling tahu berapa seharusnya harga barang itu dibeli atau dijual. Karena tidak
didasarkan pada kemaslahatan mereka, kebijakan ini sangat berpotensi merugikan
salah satu atau kedua belah pihak.
Demikian
pula praktik penipuan, baik penipuan pada komoditas dan alat pembayarnya (at-tadlîs)
maupun penipuan pada harga (al-ghabn al-fâhisy).
Praktik curang itu juga akan menciptakan deviasi harga. Pada umumnya, seseorang
bersedia melakukan pertukaran barang dan jasa karena ada unsur kesetaraan.
Karena itu, harga barang ditentukan oleh kualitas barang. Namun, akibat praktik at-tadlîs—yakni
menutupi keburukan atau cacat pada komoditas serta menampakkannya seolah-olah
baik—barang yang seharusnya berharga murah itu melonjak harganya.
Demikian pula al-ghabn
al-fâhisy (penipuan
harga). Pembeli atau penjual memanfatkan ketidaktahuan lawan transaksinya
terhadap harga yang berkembang di pasar. Akibatnya, penjual atau pembeli mau
melakukan transaksi dengan harga yang terlalu murah atau terlalu mahal. Semua
praktik tersebut jelas dapat mengakibatkan deviasi harga.
Apabila berbagai hukum itu dipraktikkan, akan
tercipta pasar yang benar-benar bersih dan fair. Para produsen yang
menginginkan barangnya berharga mahal akan kreatif memproduksi barang yang
benar-benar berkualitas. bukan dengan jalan menimbun, menipu, atau menutut
pemerintah mematok tinggi harga barangnya; yang merugikan pihak lain.
Kendati telah tercipta pasar yang bersih, tetap saja
ada orang-orang yang tersingkir dari mekanisme pasar itu dengan berbagai sebab,
seperti cacat fisik maupun non-fisik, keterampilan dan keahlian yang kurang,
modal yang sedikit, tertimpa musibah, dan sebagainya. Karena
mereka tidak bisa ‘menjual’ sesuatu, maka mereka pun tidak bisa memperoleh
pendapatan. Padahal kebutuhan primer mereka tetap harus dipenuhi. Lalu dari
manakah mereka memperoleh pendapatan?
Karena
itulah, di samping mekanisme pasar, Islam menyediakan mekanismekedua:
mekanisme nonpasar, yakni sebuah mekanisme yang tidak dihasilkan dari transaksi
pertukaran barang dan jasa. Barang dan jasa mengalir dari satu pihak kepada
pihak lain tanpa meminta timbal balik. Mekanisme bisa diterapkan kepada
orang-orang lemah, miskin, dan kekurangan. Dengan mekanisme tersebut, mereka
diharapkan bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Bahkan lebih dari itu, mereka
dapat bangkit untuk kembali berkompetisi dalam mekanisme pasar dengan modal
dari mekanisme nonpasar itu.
Dalam
Islam cukup banyak aliran barang dan jasa yang tidak melalui mekanisme pasar.
Di antaranya adalah zakat. Islam mewajibkan orang kaya membayar zakat. Harta
itu kemudian disalurkan kepada delapan golongan, yang sebagian besarnya adalah
orang-orang miskin dan membutuhkan pertolongan. Sebagai sebuah kewajiban,
pembayaran zakat tidak harus menanti kesadaran orang-perorang. Negara juga harus
proaktif mengambilnya dari kaum Muslim (QS at-Taubah [9]: 103), sebagaimana
yang dilakukan Khalifah Abu Bakar. Orang yang menolak untuk membayar zakat
beliau perangi hingga menyerahkan zakatnya.
Selain
zakat, ada juga infak dan sedekah yang disunnahkan. Semua jenis pemberian itu
dilakukan tanpa mengharap pengembalian. Demikian pula hibah, hadiah, dan
wasiat; termasuk pula pembagian harta waris. Negara juga bisa memberikan tanah
kepada warganya. Dalam fikih, kebijakan itu dikenal dengan iqthâ’.
Dengan
adanya dua mekanisme itulah Islam dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan primer
setiap warganya.
Keseluruhan Sistem dan Peran
Negara
Penataan distribusi kekayaan
dalam sistem ekonomi Islam tidak hanya dilakukan di ujung akibat, namun dalam
keseluruhan sistemnya. Islam telah mencegah buruknya distribusi kekayaan mulai
dari ketentuan kepemilikan. Islam, misalnya, menetapkan sejumlah sumberdaya
alam sebagai milik umum, seperti tambang yang yang depositnya melimpah;
sarana-sarana umum yang amat diperlukan dalam kehidupan (air, padang rumput, api, dll); dan harta-harta
yang keadaan aslinya terlarang bagi individu tertentu untuk memilikinya
(sungai, danau, laut, masjid, lapangan, dll).
Jika dicermati, SDA yang
tergolong sebagai milik umum itu amat penting bagi hajat hidup manusia.
Nilainya pun amat besar. Apabila SDA itu boleh dikuasai individu tertentu,
niscaya harta akan terkosentrasi pada sekelompok orang. Dengan menguasai SDA
itu, pemilik modal besar akan dengan mudah pula menggelembungkan kekayaannya. Sebaliknya,
kalangan miskin kian kesulitan mengakses SDA itu dan memenuhi kebutuhannya.
Islam juga mewajibkan negara
menyediakan pendidikan gratis terhadap warganya. Ketentuan ini dapat memberikan
kesempatan luas bagi kalangan miskin untuk mengubah keadaannya. Berbeda halnya
jika biaya pendidikan dibebankan kepada rakyatnya sebagaimana saat ini.
Mahalnya biaya pendidikan menutup akses kalangan miskin untuk memperolehnya.
Ketika mereka tidak bisa mengenyam pendidikan, mereka pun tidak memiliki
keahlian dan keterampilan. Akibatnya, mereka kehilangan harapan untuk mengubah
keadaannya.
Apabila masyarakat mengalami
kesenjangan yang lebar antar individu, negara juga diwajibkan memecahkannya
dengan mewujudkan keseimbangan dalam masyarakat. Caranya dengan memberikan harta
negara yang menjadi hak miliknya kepada orang-orang yang memiliki keterbatasan
dalam memenuhi kebutuhannya.
Dari paparan di atas, nyatalah
bahwa hanya sistem ekonomi Islam yang bisa menjadi solusi bagi buruknya
distribusi kekayaan. Tentu saja, keunggulan sistem Islam hanya akan mewujud
secara sempurna jika ada instiusi pemerintahan Islam, yakni Khilafah, yang
menerapkannya secara total.
Wallâh a‘lam bi ash-shawâb.
http://www.tribunnews.com/nasional/2017/04/21/diralat-jet-pribadi-yang-disucikan-melalui-upacara-di-bali-bukan-milik-setya-novanto
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20170422152415-20-209467/jet-bombardier-disewa-us-50000-per-bulan-untuk-setya-novanto/
http://hizbut-tahrir.or.id/2007/07/02/metode-distribusi-kekayaan-menurut-islam/
Komentar
Posting Komentar