Dapatkah Harkat dan Martabat Wanita Terangkat dengan Kereta Khusus Wanita (KKW)?
Makin banyak cerita soal 'ganas'-nya gerbong
wanita Commuter Line. Sejumlah pengguna Twitter yang juga merupakan penumpang
Commuter Line menumpahkan keluh kesahnya dengan me-mention akun @detikcom.
Seorang pengguna Twitter bernama Ainun mengkonfirmasi ganasnya kondisi di gerbong wanita. Kata Ainun, tak ada kata mengalah di gerbong wanita.
"Merasakan bangeett.. di gerbong wanita ini gw belajar banyak hal. Yg lemah akan kalah. Gak ada yg namanya mengalah. Lu lembek, lu diinjek," ujar Ainun menanggapi berita Merasakan 'Ganas'-nya Gerbong Wanita Commuter Line.
Seorang pengguna Twitter bernama Ainun mengkonfirmasi ganasnya kondisi di gerbong wanita. Kata Ainun, tak ada kata mengalah di gerbong wanita.
"Merasakan bangeett.. di gerbong wanita ini gw belajar banyak hal. Yg lemah akan kalah. Gak ada yg namanya mengalah. Lu lembek, lu diinjek," ujar Ainun menanggapi berita Merasakan 'Ganas'-nya Gerbong Wanita Commuter Line.
Pengguna Twitter lainnya,
Tia, menyebut gerbong wanita horor dan sadis. Penumpang gerbong wanita haruslah
tangguh.
"Gerbong wanita emang horor & sadis yang lemah nekad masuk gerbong cewek bakal jadi santapan empuk, apalagi di St. Sudirman..zombie kalah," ujar Tia merespons pemberitaan yang sama.
Pengguna Twitter lainnya, Anna, menuturkan gerbong wanita di KRL bisa jadi ujian keperkasaan. Jangan mengaku perkasa jika belum mencoba naik ke gerbong wanita pada jam pergi pulang kerja.
"Jangan ngaku perkasa deh..kalau belum ngerasain naik gerbong KRL wanita di jadwal pp kerja," ujar Anna.
"Gerbong wanita emang horor & sadis yang lemah nekad masuk gerbong cewek bakal jadi santapan empuk, apalagi di St. Sudirman..zombie kalah," ujar Tia merespons pemberitaan yang sama.
Pengguna Twitter lainnya, Anna, menuturkan gerbong wanita di KRL bisa jadi ujian keperkasaan. Jangan mengaku perkasa jika belum mencoba naik ke gerbong wanita pada jam pergi pulang kerja.
"Jangan ngaku perkasa deh..kalau belum ngerasain naik gerbong KRL wanita di jadwal pp kerja," ujar Anna.
Aulia (21), mahasiswi Universitas Indonesia, rutin naik
kereta tiap pagi dari Bekasi menuju kampusnya. Dalam perjalanannya selama ini,
banyak hal yang dilihat Aulia di gerbong wanita.
Ditemui saat transit di Stasiun Manggarai, Aulia, yang naik dari Stasiun Bekasi, mengatakan lebih mengutamakan naik di gerbong wanita dibanding yang campur.
"Kalau kondisinya memungkinkan, ya masuk, kalau nggak sih mendingan ke gerbong campur. Soalnya, malas dengar ibu-ibu ngedumel. Dan lebih padet aja gitu karena numpuk depan pintu, nggak ada yang mau geser ke dalam," kata Aulia, Kamis (18/5/2017).
Ditemui saat transit di Stasiun Manggarai, Aulia, yang naik dari Stasiun Bekasi, mengatakan lebih mengutamakan naik di gerbong wanita dibanding yang campur.
"Kalau kondisinya memungkinkan, ya masuk, kalau nggak sih mendingan ke gerbong campur. Soalnya, malas dengar ibu-ibu ngedumel. Dan lebih padet aja gitu karena numpuk depan pintu, nggak ada yang mau geser ke dalam," kata Aulia, Kamis (18/5/2017).
Penumpukan penumpang di pintu gerbong jadi masalah
tersendiri. Penumpang yang hendak keluar jadi kesulitan, sehingga terpaksa
mengarahkan tenaga untuk mendorong yang menghalangi.
"Paling sering tuh misalkan lagi penuh, terus kita mau turun, tapi yang depan pintu tuh nggak mau ngalah buat minggir atau turun dulu. Alhasil, jadi maksa keluar sampai ngedorong yang depan pintu. Kalau nggak gitu, yang ada kebablasan," tuturnya.
Sebenarnya, kata Aulia, kondisi di gerbong wanita terasa 'ganas' hanya pada jam padat, pagi dan sore hari. Saat jam padat, tutur Aulia, para penumpang perempuan berdesakan, tak jarang saling memaki demi bangku kosong.
"Contohnya di (Stasiun) Buaran. Kan sudah penuh banget, tapi masih pada maksain masuk, dan dibantuin sama satpamnya sampai didorong ibu-ibunya biar masuk, sementara yang di dalam kereta sudah pada kesakitan kegencet. Akhirnya pada marah-marah, adu bacot sesama ibu-ibu. Ada yang suka bilang, 'Kalau nggak mau sempit, ya naik mobil pribadi sana.' Gitu," tutur Aulia.
"Paling sering tuh misalkan lagi penuh, terus kita mau turun, tapi yang depan pintu tuh nggak mau ngalah buat minggir atau turun dulu. Alhasil, jadi maksa keluar sampai ngedorong yang depan pintu. Kalau nggak gitu, yang ada kebablasan," tuturnya.
Sebenarnya, kata Aulia, kondisi di gerbong wanita terasa 'ganas' hanya pada jam padat, pagi dan sore hari. Saat jam padat, tutur Aulia, para penumpang perempuan berdesakan, tak jarang saling memaki demi bangku kosong.
"Contohnya di (Stasiun) Buaran. Kan sudah penuh banget, tapi masih pada maksain masuk, dan dibantuin sama satpamnya sampai didorong ibu-ibunya biar masuk, sementara yang di dalam kereta sudah pada kesakitan kegencet. Akhirnya pada marah-marah, adu bacot sesama ibu-ibu. Ada yang suka bilang, 'Kalau nggak mau sempit, ya naik mobil pribadi sana.' Gitu," tutur Aulia.
Dapatkah Harkat dan
Martabat Wanita Terangkat dengan Kereta Khusus Wanita (KKW)?
Maraknya kasus pelecehan seksual yang terjadi di atas
transportasi umum yang menimpa kaum wanita, mendapat perhatian serius dari PT
Kereta Api Indonesia (KAI). PT KAI telah meluncurkan dua gerbong khusus wanita
dalam satu rangkaian kereta rel listrik (KRL) dengan rute
Bogor-Jakarta-Bogor. Gerbong khusus ini mulai beroperasi pada Kamis (19/8/2010)
lalu dan hanya pada KRL AC dan Express.
PT KAI berharap upaya penyediaan Kereta
Khusus Wanita (KKW) ini
mampu mengangkat
harkat dan martabat wanita serta melindungi wanita dari pelecehan seksual di
kereta api, khususnya di KRL. Hal yang sama sudah dilakukan
pemerintah provinsi DKI Jakarta pada antrian bus Transjakarta. Sejak Juni
lalu sudah diterapkan pemisahan antrian penumpang busway yang
bertujuan menghindari kasus-kasus yang merugikan kaum wanita.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda
Gumelar, mengomentari pengadaan gerbong khusus wanita dimaksudkan sebagai
tindak lanjut banyaknya laporan tindak pelecehan seksual dan kekerasan yang
dialami penumpang wanita.
Benarkah kebijakan ini akan
menghentikan pelecehan seksual dan mengangkat harkat dan martabat perempuan?
Berikut wawancara dengan Juru Bicara Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia, Ustadzah Iffah Ainur Rochmah.
Bagaimana pandangan ustadzah
terhadap pengadaan Kereta Khusus wanita (KKW) ini, bisakah tingkat pelecehan
seksual dan kekerasan terhadap perempuan menurun dengan kebijakan ini?
Benar, akan ada penurunan angka pelecehan seksual dan
kekerasan terhadap perempuan, tentunya di gerbong khusus perempuan tersebut.
Tapi bagaimana dengan gerbong lain yang mengalami penumpukan jumlah penumpang
hingga berdesakan dan sangat tidak manusiawi itu? Justru kondisi ini yang
paling sering memicu pelecehan seksual dan kekerasan terhadap penumpang
perempuan.
Dan lebih mendasar dari itu masyarakat membutuhkan keseriusan
pemerintah untuk menyediakan sarana transportasi umum yang aman, nyaman dan
terjangkau bagi semua. Bagi perempuan dan anak-anak, bagi manula dan penyandang
cacat (disabled),
juga memperhatikan remaja, dewasa baik laki-laki maupun perempuan.
Kalau kebijakannya hanya menyediakan KKW dalam jumlah yang sangat terbatas
(yakni hanya dua gerbong) dan hanya bagi kelas menengah – padahal yang lebih
rentan pelecehan adalah penumpang KRL ekonomi – jelas tidak akan banyak
menyelesaikan masalah!
Apa persoalan mendasar yang
harus diatasi oleh pihak pemangku kepentingan terkait pelecehan seksual yang
dialami penumpang wanita?
Pertama, pemerintah harus menyediakan sarana transportasi publik yang
lebih memadai dan terjangkau. Penumpukan penumpang terutama pada jam-jam
sibuk harus diatasi dengan penambahan armada transportasi publik dan
pengintensifan jadwal perjalanannya. Bahkan mungkin menambah jalur alternatif
agar tidak menambah kemacetan. Tapi selama ini pemerintah selalu
beralasan tidak ada dana.
Jika jumlah kereta dan jadwal perjalanannya lebih banyak, tidak
perlu penumpang laki-laki dan perempuan berdesakan, pasti kasus-kasus pelecehan
akan semakin berkurang. Saya kira bukan hal yang urgen untuk membuat gerbong
atau bus terpisah antara laki-laki dan perempuan, toh ini akan memunculkan persoalan teknis
lain. Misalnya, bagaimana kalau suami-istri dan anak-anak yang berangkat
bersama-sama, apa harus dipisah di gerbong atau bus yang berbeda?
Kedua, Sebagian besar penumpang wanita adalah perempuan bekerja, maka
patut ditelaah lebih lanjut kenapa begitu banyak perempuan yang terlibat dalam
aktifitas industri atau ekonomi di luar rumah? Apa yang menuntut kaum
perempuan berlomba-lomba menerjunkan diri dalam dunia kerja, dengan
mengumbar auratnya dan bahkan dengan risiko menjadi korban pelecehan dan
kekerasan?
Ternyata sebagian besar karena dorongan membantu ekonomi
keluarga. Pemiskinan struktural akibat penerapan ekonomi kapitalisme adalah
penyebab utamanya. Banyak kepala rumah tangga yang tidak mampu mencukupi
kebutuhan pokok keluarga. Lapangan kerja yang tersedia bagi perempuan lebih
banyak di luar rumah, maka terpaksa sebagian perempuan meninggalkan fungsi
ke-ibuannya demi kelangsungan ekonomi keluarga. Mereka bekerja di sektor
industri dan manufaktur, di pabrik-pabrik, mulai pagi sampai petang, tanpa jam
istirahat yang cukup. Sebenarnya ini sudah tidak manusiawi bagi perempuan..
Sebagian lainnya memang bekerja demi aktualisasi diri dan
prestise. Ini juga tidak lepas dari sistem nilai yang salah. perempuan dianggap
lebih terhormat jika memiliki pendidikan tinggi, karir dan pekerjaan bagus dan
seterusnya. Inilah ciri khas kapitalisme. Kebaikan dan kebahagiaan diukur
dengan materi dan kenikmatan fisik.
Lainnya, banyaknya perempuan membuka aurat di luar rumah juga perlu
disikapi karena hal ini bisa juga menjadi salah satu pemicu kekerasan dan
pelecehan.
Jadi, kebijakan ini tidak bisa
mengangkat harkat dan martabat perempuan?
Jelas tidak bisa. Mungkin bisa mengurangi tindak kekerasan dan
pelecehan di sarana transportasi umum, itupun sangat terbatas. Tetapi tidak
akan bisa mengangkat harkat dan martabat perempuan secara hakiki. Kita harus
sadar, sistem nilai dan aturan kapitalisme sekular yang saat ini berlangsung
memang menghendaki perempuan dieksploitasi tenaganya, kemolekan tubuh dan semua
potensinya agar menghasilkan uang. Inilah yang menjadi sumber persoalan.
Mari kita renungkan, bagaimana mungkin martabat perempuan bisa
terangkat kalau perannya dalam pembangunan masyarakat masih diukur berdasarkan partisipasi
kerjanya diluar rumah yang mampu menghasilkan uang? Sementara peran fitrah dan
mulianya sebagai ibu generasi ternyata tidak dihargai karena tidak menghasilkan
materi!.
Juga apakah bisa kita sebut kaum perempuan telah dimuliakan
ketika mereka diberi fasilitas dan kemudahan agar semakin berlomba-lomba
mengejar karir demi aktualisasi diri, tanpa perasaan bersalah telah
meninggalkan kewajiban-kewajibannya?. Atau mereka dibiarkan membanting tulang
untuk menanggung beban ekonomi keluarga? Sistem kapitalisme justru merendahkan
martabat perempuan!
Saat ini masyarakat membutuhkan sistem nilai dan aturan baru
yang memahami fitrah manusia -laki-laki dan perempuan- dan dengannya akan
tercapailah tujuan-tujuan kehidupan. Sistem nilai dan aturan itu adalah syariat
Islam yang bersumber dari Dzat yang Maha Tahu karakter manusia dan Sang
Pencipta fitrah manusia.
Bagaimana syariat Islam
memberikan solusi untuk masalah terkait?
Syariat islam memberikan tanggung jawab menyelesaikan
problem-problem terkait kepada Negara yaitu kepada kepala Negara atau imam.
Hadits Rasulullah:
“Seorang imam (khalifah atau
kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan
dimintai pertanggung jawaban atas urusan rakyatnya.” (HR
Bukhari dan Muslim).
Kita sepatutnya membuang sistem ekonomi kapitalisme yang sudah
terbukti gagal. Kapitalisme gagal mewujudkan kemampuan negara untuk memberikan
fasilitas umum yang memadai bagi seluruh rakyat. Tidak adanya dana untuk
menyediakan sarana transportasi publik yang aman, nyaman dan terjangkau
disebabkan pengelolaan asset-asset kepemilikan umum diserahkan kepada
swasta sesuai kaidah kapitalisme. Kemiskinan yang mendera hampir separo
penduduk Indonesia, mendorong perempuan ikut membanting tulang bekerja di luar
rumah juga menjadi bukti lain kegagalan kapitalisme mensejahterakan masyarakat.
Syariat Islam mewajibkan penerapan sistem ekonomi Islam (an
Nidzam al Iqtishadi fi al Islam). Sistem ekonomi Islam menetapkan
negara tidak boleh menyerahkan asset-asset umat kepada swasta. Dengan strategi
inilah maka kebutuhan-kebutuhan publik berupa sarana transportasi yang aman dan
nyaman, berbagai fasilitas umum, bahkan layanan pendidikan dan kesehatan serta
keamanan bisa diperoleh umat secara memadai dan murah, bahkan gratis.
Allah SWT telah menganugerahkan kekayaan alam di laut, hutan,
barang tambang dan sebagainya yang lebih dari cukup untuk melayani kebutuhan
umat. Kepemilikan sarana dan pengelolaan alat transportasi semisal Kereta
Api harus dikembalikan menjadi jawatan milik negara, tidak sebagai perseroan
publik seperti sekarang (PT KAI). Jawatan ini mendapatkan pembiayaan penuh dari
negara agar bisa meningkatkan jumlah dan mutu layanannya. Juga agar memperoleh
bahan bakar batu bara secara murah, layanan KRL bisa memiliki pembangkit
sendiri agar tidak sering macet akibat kurangnya pasokan listrik,
peremajaan rel, jumlah kereta dan gerbong-gerbongnya memadai. Semua bisa
dilakukan agar selalu menjadi sarana transportasi publik yang aman, nyaman dan
terjangkau bagi masyarakat baik perempuan maupun laki-laki.
Bagaimana syariat Islam
menaikkan harkat dan martabat perempuan?
Berbeda dengan logika pengusung feminisme, Islam menetapkan
perlindungan terhadap perempuan tidak cukup dengan memberikan fasilitas khusus
dalam area publik berupa kereta khusus perempuan, toilet khusus perempuan,
taman khusus perempuan dst. Juga tidak bisa dengan memasang kamera
pengintai sebagai bukti bila ada kekerasan, pemerkosaan atau pelecehan
seksual terhadap perempuan. Demikian juga peningkatan
harkat dan martabat perempuan tidak
bisa dengan berlakunya Undang-undang yang pro-perempuan, atau adanya LSM khusus
perempuan untuk mendengarkan dan menindaklanjuti keluhan perempuan.
Meningkatkan harkat dan martabat perempuan harus dimulai dari
pandangan yang shahih terhadap
kedudukan perempuan di tengah masyarakat. Selain memiliki tanggung jawab
sebagai manusia sama seperti laki-laki untuk bertaqwa, beribadah, termasuk
berdakwah amar ma’ruf nahyi munkar, Islam menetapkan tanggung jawab utama
perempuan dalam pembangunan masyarakat adalah di dalam rumah tangganya. Peran
utama perempuan adalah menjadi ibu dan istri. Mengatur rumah tangga
dan mendidik generasi adalah tanggung jawab yang amat berat dan juga mulia yang
tidak bisa dikonversikan dengan materi sebanyak apa pun. Pelaksanaan peran ini
bisa berpengaruh besar pada baik atau buruknya bangunan masyarakat. Maka negara
akan memfasilitasi perempuan dengan pendidikan yang membangun kepribadian
Islaminya (as
syakhshiyah al Islamiyah), menuntunnya melaksanakan syariat dalam
kehidupan sehari-hari-termasuk pelaksanaan kewajiban menutup aurat, dan memberi
perhatian besar pada peningkatan kualitas ibu. Negara juga mengambil tindakan
ketika ada pengabaian terhadap posisi perempuan yang telah digariskan.
Demikianlah meskipun Islam membolehkan perempuan bekerja,
tanggung jawab menyediakan nafkah bagi seluruh anggota keluarga tidak pernah
berada di pundak perempuan namun berada di pundak suami. Jika suami tidak
mampu, tanggung jawabnya berpindah kepada kerabat terdekat yang mampu. Dan bila
tetap tidak sanggup, maka negara yang berkewajiban menyediakan nafkah.
Dengan pandangan mendasar inilah kita bisa menyaksikan bagaimana
terhormatnya kedudukan perempuan di masa Khilafah Islamiyah. Syariat Islam
diterapkan, negara menyediakan lapangan pekerjaan yang layak bagi tiap
ayah, suami, atau wali, sehingga mereka bisa menafkahi istri, anak-anak dan
keluarganya. Negara menjamin pemenuhan kebutuhan pokok bagi janda dan
perempuan yang walinya tidak mampu menafkahi mereka. Selain itu negara menjamin
pelayanan kesehatan, pendidikan dan keamanan yang terjangkau dan berkualitas
untuk setiap warga negara. Tidak ada pelimpahan tanggung jawab pemenuhan
kebutuhan pokok kepada perempuan, yang menyebabkan perempuan memasuki peran
publiknya di sektor ekonomi dalam posisi tawar yang sangat rendah, yang
membuatnya lemah dalam menghadapi masalah pelecehan seksual, tindak kekerasan,
dan hal-hal buruk lain di tempat kerjanya.
Sayangnya, saat ini khilafah Islamiyah belum tegak kembali, maka
kita wajib berjuang mewujudkannya.
Sumber:
http://hizbut-tahrir.or.id/2010/08/23/dapatkah-harkat-dan-martabat-wanita-terangkat-dengan-kereta-khusus-wanita-kkw/
Komentar
Posting Komentar