Kaum Homo Merebak, Syariat Dikriminalkan
Majelis Hakim Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh menjatuhkan vonis 85
kali cambuk terhadap pelaku hubungan seks sesama jenis, MT dan MH.
Vonis
itu dibacakan dalam sidang lanjutan, Rabu (17/5/ 2017).
Putusan
ini lebih tinggi dari tuntutan jaksa yakni 80 kali cambuk.
Amatan
media ini, pasangan ini di vonis dalam berkas terpisah.
Sidang
pertama dijalani oleh MT (23) warga asal Sumatera Utara dan dilanjutkan dengan
sidang MH, asal Bireuen.
Di
dalam persidangan keduanya tampak menunduk diam. Hanya saja, MT sempat meminta
hakim mengurangi vonisnya. Sedangkan MH terkesan menerima putusan yang
dijatuhkan hakim.
"Ampun
pak, saya mohon tolong hukuman ini dikurangi lagi," kata MT sambil
menangis.
Dalam
amar putusannya, hakim menyatakan perbuatan kedua terdakwa dilakukan atas dasar
suka sama suka.
Dalam
sidang, hakim menyatakan hal-hal yang memberatkan terdakwa di antaranya yaitu
terdakwa beragama Islam yang seharusnya menjunjung tinggi hukum syariah yang
berlaku di Aceh dan perbuatan terdakwa sudah berulang kali dilakukan.
Sementara
hal-hal yang meringankan yaitu terdakwa bersikap sopan selama persidangan dan
memberikan keterangan secara berterus terang dan terdakwa tidak pernah dihukum.
"Mengadili
terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan jarimah liwath.
Menghukum terdakwa dengan hukuman cambuk di depan umum sebanyak 85 kali
cambuk," kata Khairil Jamal saat membacakan vonis.
Terdakwa
juga diminta untuk tetap berada di dalam tahanan hingga eksekusi cambuk dilakukan.
Sebelumnya, JPU Kejaksaan Negeri Banda Aceh menuntut kedua terdakwa dengan
hukuman 80 kali cambuk dikurangi masa tahanan.
Keduanya
dinilai melanggar dituntut melanggar pasal 63 ayat (1) junto pasal 1 angka 28
Qanun Aceh nomor 6 tahun 2014 tentang hukum jinayah.
Kasat Reskrim Polres
Jakarta Utara AKBP Nasriadi membenarkan info penggerebekan sebuah even
prostitusi pria penyuka sesama jenis atau gay bertajuk 'The Wild One' di
kawasan Kelapa Gading Barat, Jakut.
"Tim
Opsnal dan Resmo Polres Jakarta Utara pada Minggu (21/5) telah melakukan
penggerebekan kasus prostitusi kaum gay (pesta seks homoseksual LGBT) dengan
nama event 'The Wild One'," katanya lewan keterangan tertulis, Senin
(22/5/2017)
Ia
menjelaskan, penggerebekan itu dilakukan di PT Atlantis Jaya, Ruko Permata Blok
B 15-16 Kelapa Gading RT 15/RW 03 Kelapa Gading Barat, Jakarta Utara. Event
yang 'The Wild One' itu digelar Minggu (21/5) pukul 19.30 WIB.
"TKP
penggerebekan di PT Atlantis Jaya, Ruko Kokan Permata, Kelapa Gading, sekitar
pukul 19.30 WIB," bebernya.
Ua
menambahkan, dalam operasi ini pihaknya berhasil mengamankan 141 orang.
Semuanya dijerat dengan pasal UU no. 4 tahun 2008 tentang pornografi.
"Polisi
mengamankan 141 orang yang melanggar UU No 4 Th 2008 tentang Pornografi,"
tandasnya.
BBC: Hukuman cambuk 85 kali bagi pasangan gay di Aceh dikecam
pegiat yang menyebutnya sebagai bentuk kriminalisasi dengan alasan hubungan
seksual suka sama suka adalah hak asasi manusia
Inilah fakta negeri kita hari ini. Ratusan kaum homo pesta seks
di jakarta, digerebek, ditangkap dini hari dan sore harinya dipulangkan ke
rumah masing-masing. Seolah tidak ada
keburukan apalagi kejahatan yang mereka lakukan. Bahkan Jokowi berpesan agar
melindungi keberadaan kaum Luth laknatullah alaihim ini. Sungguh sistem yang lemah lagi cacat di mata manusia
apalagi di hadapan Sang Pencipta.
Sementara saat ada semangat penerapan syariat (qanun jinayat di Aceh) untuk menindak individu pelaku homo agar tidak menularkan
kekejiannya pd sesama, buru-buru semua pihak menolak dengan alasan HAM, tidak
manusiawi dan sebagainya.
Padahal terbukti
kejahatan kaum homo semakin menjadi-jadi akibat kelonggaran, fasilitasi,
dan rendahnya sanksi. Umat membutuhkan penerapan syariat yang tak bisa sempurna
tanpa khilafah.
Pandangan Islam
Terhadap LGBT
Lesbian, Gay, Bisexual
dan Transgender (LGBT) merupakan penyimpangan orientasi seksual yang
bertentangan dengan fitrah manusia, agama dan adat masyarakat Indonesia.
Menurut wikipedia, lesbian adalah istilah bagi perempuan yang mengarahkan
orientasi seksualnya kepada sesama perempuan. Istilah ini juga merujuk kepada
perempuan yang mencintai perempuan baik secara fisik, seksual, emosional, atau
secara spiritual. Sedangkan Gay adalah sebuah istilah yang umumnya digunakan
untuk merujuk orang homoseksual atau sifat-sifat homoseksual. Sedikit berbeda
dengan bisexual, biseksual (bisexual) adalah individu yang dapat menikmati
hubungan emosional dan seksual dengan orang dari kedua jenis kelamin baik pria
ataupun wanita (kamuskesehatan.com). Lalu bagaimana dengan Transgender? Masih
menurut wikipedia, transgender merupakan ketidaksamaan
identitas gender seseorang terhadap jenis kelamin yang ditunjuk
kepada dirinya. Seseorang yang transgender dapat mengidentifikasi dirinya
sebagai seorang heteroseksual, homoseksual, biseksual maupun aseksual. Dari
semua definisi diatas walaupun berbeda dari sisi pemenuhan seksualnya, akan
tetapi kesamaanya adalah mereka memiliki kesenangan baik secara psikis ataupun
biologis dan orientasi seksual bukan saja dengan lawan jenis akan tetapi bisa
juga dengan sesama jenis.
Walaupun kelompok LGBT
mengklaim keberadaannya karena faktor genetis dengan teori “Gay Gene” yang
diusung oleh Dean Hamer pada tahun 1993. Akan tetapi, Dean sebagai seorang gay
kemudian meruntuhkan sendiri hasil risetnya. Dean mengakui risetnya itu tak
mendukung bahwa gen adalah faktor utama/yang menentukan yang melahirkan
homoseksualitas. Perbuatan LGBT sendiri ditolak oleh semua agama bahkan
dianggap sebagai perbuatan yang menjijikan, tindakan bejat, dan keji
(republika.co.id, 26/01/2016).
Pandangan Islam
Dalam Islam LGBT
dikenal dengan dua istilah, yaitu Liwath (gay) dan Sihaaq (lesbian). Liwath (gay)
adalah perbuatan yang dilakukan oleh laki-laki dengan cara memasukan dzakar (penis)nya
kedalam dubur laki-laki lain. Liwath adalah
suatu kata (penamaan) yang dinisbatkan kepada kaumnya Luth ‘Alaihis salam,
karena kaum Nabi Luth ‘Alaihis
salam adalah kaum
yang pertama kali melakukan perbuatan ini (Hukmu
al-liwath wa al-Sihaaq, hal. 1). Allah SWT menamakan perbuatan ini
dengan perbuatan yang keji (fahisy) dan melampui
batas (musrifun).
Sebagaimana Allah terangkan dalam al Quran:
وَلُوطًا إِذْ قَالَ
لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ
الْعَالَمِينَ ( ) إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ
النِّسَاءِ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ ( )
“Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah)
tatkala dia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan
faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini)
sebelummu. Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melampiaskan nafsumu
(kepada mereka), bukan kepada wanita, bahkan kamu ini adalah kaum yang
melampaui batas.” (TQS. Al ‘Araf: 80 –
81)
Sedangkan Sihaaq (lesbian) adalah hubungan cinta birahi antara sesama wanita dengan image dua
orang wanita saling
menggesek-gesekkan anggota tubuh (farji’)nya antara
satu dengan yang lainnya, hingga keduanya merasakan kelezatan dalam berhubungan
tersebut (Sayyid Sabiq, Fiqhu as-Sunnah, Juz 4/hal. 51).
Hukum Sihaaq (lesbian) sebagaimana dijelaskan oleh
Abul Ahmad Muhammad Al-Khidir bin Nursalim Al-Limboriy Al-Mulky (Hukmu
al liwath wa al Sihaaq, hal. 13) adalah haram berdasarkan dalil
hadits Abu Said Al-Khudriy yang diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim (no.
338), At-Tirmidzi (no. 2793) dan Abu Dawud (no. 4018) bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
«لاَ يَنْظُرُ
الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ وَلاَ الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ
وَلاَ يُفْضِى الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ فِى ثَوْبٍ وَاحِدٍ وَلاَ تُفْضِى
الْمَرْأَةُ إِلَى الْمَرْأَةِ فِى الثَّوْبِ الْوَاحِدِ».
“Janganlah seorang laki-laki melihat aurat laki-laki lain, dan
jangan pula seorang wanita melihat aurat wanita lain. Dan janganlah seorang
laki-laki memakai satu selimut dengan laki-laki lain, dan jangan pula seorang
wanita memakai satu selimut dengan wanita lain”
Terhadap pelaku
homoseks, Allah swt dan Rasulullah saw benar-benar melaknat perbuatan tersebut.
Al-Imam Abu Abdillah Adz-Dzahabiy -Rahimahullah- dalam
Kitabnya “Al-Kabair”
[hal.40] telah memasukan homoseks sebagai dosa yang besar dan beliau
berkata: “Sungguh Allah telah menyebutkan kepada kita kisah kaum Luth dalam
beberapa tempat dalam Al-Qur’an Al-Aziz, Allah telah membinasakan mereka
akibat perbuatan keji mereka. Kaum muslimin dan selain mereka dari kalangan
pemeluk agama yang ada, bersepakat bahwa homoseks termasuk
dosa besar”.
Hal ini ditunjukkan
bagaimana Allah swt menghukum kaum Nabi Luth yang melakukan penyimpangan dengan
azab yang sangat besar dan dahsyat, membalikan tanah tempat tinggal mereka, dan
diakhiri hujanan batu yang membumihanguskan mereka, sebagaimana dijelaskan
dalam surat Al-Hijr ayat 74:
فَجَعَلْنَا
عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهِمْ حِجَارَةً مِنْ سِجِّيل.
“Maka kami jadikan bagian atas kota itu terbalik ke bawah dan kami
hujani mereka dengan batu dari tanah yang keras”
Sebenarnya secara
fitrah, manusia diciptakan oleh Allah swt berikut dengan dorongan jasmani dan
nalurinya. Salah satu dorongan naluri adalah naluri melestarikan keturunan (gharizatu
al na’u) yang diantara manifestasinya adalah rasa cinta dan
dorongan seksual antara lawan jenis (pria dan wanita). Pandangan pria terhadap
wanita begitupun wanita terhadap pria adalah pandangan untuk melestarikan
keturunan bukan pandangan seksual semata. Tujuan diciptakan naluri ini adalah
untuk melestarikan keturunan dan hanya bisa dilakukan diantara pasangan suami
istri. Bagaimana jadinya jika naluri melestarikan keturunan ini akan terwujud
dengan hubungan sesama jenis? Dari sini jelas sekali bahwa homoseks
bertentangan dengan fitrah manusia.
Oleh karena itu, sudah
dipastikan akar masalah munculnya penyimpangan kaum LGBT saat ini adalah karena
ideologi sekularisme yang dianut kebanyakan masyarakat Indonesia. Sekularisme
adalah ideologi yang memisahkan agama dari kehidupan (fash al ddin ‘an al hayah).
Masyarakat sekular
memandang pria ataupun wanita hanya sebatas hubungan seksual semata. Oleh
karena itu, mereka dengan sengaja menciptakan fakta-fakta yang terindera dan
pikiran-pikiran yang mengundang hasrat seksual di hadapan pria dan wanita dalam
rangka membangkitkan naluri seksual, semata-mata mencari pemuasan. Mereka
menganggap tiadanya pemuasan naluri ini akan mengakibatkan bahaya pada manusia,
baik secara fisik, psikis, maupun akalnya. Tindakan tersebut merupakan suatu
keharusan karena sudah menjadi bagian dari sistem dan gaya hidup mereka (al
Nizham al Ijtima’i fi al Islam, hal. 22). Tidak puas dengan lawan
jenis, akhirnya pikiran liarnya berusaha mencari pemuasan melalui sesama jenis
bahkan dengan hewan sekalipun, dan hal ini merupakan kebebasan bagi mereka.
Benarlah Allah swt berfirman:
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا
لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالإنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لا يَفْقَهُونَ
بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لا يَسْمَعُونَ
بِهَا أُولَئِكَ كَالأنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan
dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk
memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka
mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat
Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi.
Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (TQS Al ‘Araf : 179)
Hukuman Bagi
Para Pelaku LGBT
Pemberlakuan hukuman
dalam Islam bertujuan untuk menjadikan manusia selayaknya manusia dan menjaga
kelestarian masyarakat. Syariat Islam telah menetapkan tujuan-tujuan luhur yang
dilekatkan pada hukum-hukumnya. Tujuan luhur tersebut mencakup; pemeliharaan atas
keturunan (al
muhafazhatu ‘ala an nasl), pemeliharaan atas akal (al
muhafazhatu ‘ala al ‘aql), pemeliharaan atas kemuliaan (al
muhafazhatu ‘ala al karamah), pemeliharaan atas jiwa (al
muhafazhatu ‘ala an nafs), pemeliharaan atas harta (al
muhafazhatu ‘ala an al maal), pemeliharaan atas agama (al
muhafazhatu ‘ala al diin), pemeliharaan atas ketentraman/keamanan (al
muhafazhatu ‘ala al amn), pemeliharaan atas negara (al
muhafazhatu ‘ala al daulah) (Muhammad Husain Abdullah, hal. 100).
Dalam rangka memelihara
keturunan manusia dan nasabnya, Islam telah mengharamkan zina, gay, lesbian dan
penyimpangan seks lainnya serta Islam mengharuskan dijatuhkannya sanksi bagi
pelakunya. Hal ini bertujuan untuk menjaga lestarinya kesucian dari sebuah
keturunan. Berkaitan dengan hukuman pagi para pelaku LGBT, beberapa ulama
berbeda pendapat. Akan tetapi, kesimpulannya para pelaku tetap ahrus diberikan
hukuman. Tinggal nanti bagaimana khalifah menetapkan hukum mana yang dipilih
sebagai konstitusi negara (al Khilafah).Ulama berselisih pendapat tentang hukuman
bagi orang yang berbuat liwath. Diantara beberapa pendapat tentang hukuman
bagi pelaku liwath diantaranya:
Pertama, Hukumannya adalah
dengan dibunuh, baik pelaku (fa’il) maupun obyek (maf’ul bih) bila
keduanya telah baligh. Berkata Al-Imam Asy-Syaukani Rahimahullah dalam “Ad-Darariy Al-Mudhiyah” (hal. 371-372): Adapun
keberadaannya orang yang mengerjakan perbuatan liwath dengan dzakar (penis)nya
hukumannya adalah dibunuh, meskipun yang melakukannya belum menikah, sama saja
baik itu fa’il (pelaku)
maupun maf’ul
bih. Telah
mengkabarkan kepada kami Abdul Aziz bin Muhammad, dari ‘Amr ibnu Abi ‘Amr,dari
Ikrimah, dari Ibu Abbas, berkata Rasulullah SAW:
مَنْ وَجَدْتُمُوهُ
يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ
“Barangsiapa yang kalian mendapati melakukan perbuatan kaum Luth
(liwath), maka bunuhlah fa’il (pelaku) dan maf’ul bih (partner)nya
Kedua, Hukumannya dirajam, hal
ini sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Baihaqy dari Ali bahwa dia pernah merajam
orang yang berbuatliwath.
Imam Syafi’y mengatakan: “Berdasarkan dalil ini, maka kita menggunakan rajam
untuk menghukum orang yang berbuat liwath, baik itu muhshon (sudah
menikah) atau selain muhshon. Hal ini senada dengan Al-Baghawi, kemudian
Abu Dawud [dalam “Al-Hudud” Bab 28]
dari Sa’id bin Jubair dan Mujahid dari Ibnu Abbas: Yang belum menikah apabila
didapati melakukan liwathmaka dirajam (Lihat “Ad-Darariy Al-Mudhiyah”, hal. 371).
Ketiga, hukumannya sama dengan
hukuman berzina. Pendapat ini seperti ini disampaikan oleh Sa’id bin Musayyab,
Atha’ bin Abi Rabbah, Hasan, Qatadah, Nakha’i, Tsauri, Auza’i, Imam Yahya dan
Imam Syafi’i (dalam pendapat yang lain), mengatakan bahwa hukuman bagi yang
melakukan liwath sebagaimana
hukuman zina. Jika pelaku liwath muhshon maka
dirajam, dan jika bukan muhson dijilid (dicambuk) dan diasingkan. [“Ad-Darariy Al-Mudhiyah”,
(hal. 371)].
Keempat, hukumannya dengan ta’zir, sebagaimana telah berkata Abu Hanifah:
Hukuman bagi yang melakukan liwath adalah
di-ta’zir,
bukan dijilid (cambuk) dan bukan pula dirajam [“Ad-Darariy Al-Mudhiyah”, (hal. 372)]. Abu Hanifah
memandang perilaku homoseksual cukup dengan ta‘zir.
Hukuman jenis ini tidak harus dilakukan secara fisik, tetapi bisa melalui
penyuluhan atau terapi psikologis agar bisa pulih kembali. Bahkan, Abu Hanifah
menganggap perilaku homoseksual bukan masuk pada definisi zina,
karena zina hanya dilakukan pada vagina (qubul),
tidak pada dubur (sodomi)
sebagaimana dilakukan oleh kaum homoseksual. (Ahkam As-Syar’iyyah,
Darul Ifaq Al-Jadidah).
Sedangkan bagi para
pelaku lesbian, hukumannya adalah ta’zir. Al-Imam Malik Rahimahullah berpendapat
bahwa wanita yang melakukan sihaq, hukumannya
dicambuk seratus kali. Jumhur ulama berpendapat bahwa wanita yang melakukan sihaq tidak
ada hadd baginya,
hanya saja ia di-ta‘zir,
karena hanya melakukan hubungan yang memang tidak bisa dengan dukhul (menjima’i
pada farji),
dia tidak akan di-hadd sebagaimana
laki-laki yang melakukan hubungan dengan wanita tanpa adanya dukhul pada
farji, maka tidak ada had baginya. Dan ini adalah pendapat yang rojih (yang
benar) [Lihat “Shohih Fiqhus Sunnah”
Juz 4/Hal. 51)].
Sebenarnya sanksi yang
dijatuhkan di dunia ini bagi si pendosa akan mengakibatkan gugurnya siksa di
akhirat. Tentu saja hukuman di akhirat akan lebih dahsyat dan kekal
dibandingkan sanksi yang dilakukan di dunia. Itulah alasan mengapa sanksi –
sanksi dalam Islam berfungsi sebagai pencegah (jawazir) dan
penebus (jawabir).
Disebut pencegah karena akan mencegah orang lain melakukan tindakan dosa
semisal, sedangkan dikatakan penebus karena sanksi yang dijatuhkan akan
menggugurkan sanksi di akhirat (Muhammad Husain Abdullah, hal. 159).
Kesimpulan
Perlu menjadi kesadaran
bagi umat Islam di Indonesia, bahwa LGBT merupakan penyimpangan orientasi
seksual yang dilarang oleh semua agama terlebih lagi Islam. Selain karena
perbuatan keji ini akan merusak kelestarian manusia, yang lebih penting Allah
swt dan Rasulullah melaknat perbuatan kaum Nabi Luth ini. Oleh karena itu,
sudah menjadi kewajiban bagi umat Islam untuk melawan segala jenis opini yang
seolah atas nama HAM membela kaum LGBT akan tetapi sesungguhnya mereka membawa
manusia menuju kerusakan yang lebih parah.
Disinilah urgensitas
penerapan syariah Islam dalam bingkai Khilafah Islam dengan seperangkat aturan
dan konsep dalam mengatur hubungan diantara pria dan wanita. Aturan Islam akan
senantiasa membentuk ketaqwaan individu, memberi dorongan kepada masyarakat
untuk saling menasihati dan menciptakan lingkungan Islami serta negara yang
menindak tegas para pelaku LGBT sebagai fungsi pencegah dan penebus dosa.
sumber
http://www.beritakini.co/news/pasangan-homoseksual-yang-ditangkap-di-rukoh-divonis-85-kali-cambuk/index.html
http://metropolitan.inilah.com/read/detail/2380309/gerebek-pesta-gay-141-orang-diamankan
http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-39948176
Komentar
Posting Komentar